![]() |
| Foto Ilustrasi Surat/ Sumber Foto : https://www.gramedia.com/ |
Toba | Sebagai perantau Toba dan Mantan Unsur Pimpinan Anggota DPRD Kab. Toba sekaligus aktif sebagai pemerhati kehidupan sosial, budaya dan hukum di Kabupaten Toba, saya Dr. Asmadi Lubis SH., CN., M.Kn, merasa perlu menyampaikan keprihatinan mendalam serta kegelisahan publik atas sejumlah peristiwa yang memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap objektivitas penegakan hukum di wilayah Polres Toba.
“Pertama, publik menyaksikan
diselenggarakannya pesta meriah pemberian marga kepada Kapolres Toba sebagai
adik Bupati Toba yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 06 Desember 2025 bertempat
di Porsea Kab. Toba wilayah hukum Polres Toba. Acara tersebut berlangsung pada
saat wilayah kabupaten tetangga sedang mengalami duka akibat bencana, dan pada
saat yang sama warga Toba sendiri mengalami kesulitan mendapatkan BBM hingga
mengantri panjang. Kegiatan seremonial yang meriah di tengah keadaan seperti
itu menunjukkan kurangnya empati dan kepekaan sosial dari pejabat yang
seharusnya hadir untuk rakyat dalam situasi darurat,” ujarnya
Kedua, pemberian marga dan
kedudukan simbolik sebagai adik Bupati Toba kepada seorang Kapolres yang
memegang jabatan strategis di bidang penegakan hukum menimbulkan persepsi
benturan kepentingan. Kapolres dituntut menjalankan tugas secara independen,
profesional, dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Kedekatan personal
seperti pengangkatan menjadi adik Bupati Toba memberi ruang bagi munculnya
keraguan publik apakah pengawasan hukum dapat berjalan dengan objektif.
“Ketiga, kekhawatiran publik
meningkat karena keluarga Bupati memiliki berbagai kepentingan bisnis di Toba,
termasuk urusan tanah dan aktivitas galian C. Situasi ini menimbulkan risiko
bahwa kewenangan kepolisian bisa diarahkan, diperlambat atau dipilih secara
selektif. Hal ini bukan tuduhan, melainkan bentuk kewaspadaan yang berlandaskan
pengalaman dan logika tugas penegakan hukum,” katanya
Keempat, masyarakat juga
khawatir bahwa penegakan hukum terhadap pihak yang berseberangan dengan Bupati,
baik karena kritik maupun pandangan politik, tidak akan berlangsung objektif.
Ketakutan seperti ini merusak rasa aman dan dapat menggerus demokrasi lokal
jika tidak dicegah sejak awal.
“Kelima, kondisi tersebut berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap Polri
di saat institusi sedang berbenah secara nasional melalui Komisi Reformasi
Kepolisian. Agar proses pembenahan ini berjalan baik, setiap potensi konflik
kepentingan di daerah harus ditangani cepat dan tepat. Keenam, dalam konteks
aktual, Presiden RI, Menteri Dalam Negeri, serta Gubernur Sumatera Utara telah
memerintahkan penanganan serius terhadap bencana di Sumatera Utara dan telah
menetapkan statusnya sebagai Bencana Daerah Provinsi. Dengan demikian
seluruh unsur pemerintah daerah, termasuk Kapolres, memiliki kewajiban moral
dan hukum untuk turut serta mendukung penanganan bencana. Justru pada momentum
tersebut melakukan kegiatan adat penabalan marga kepada Kapolres yang
dilaksanakan di tengah situasi darurat daerah dan dimaknai publik sebagai tindakan
yang tidak sesuai prioritas negara dan tidak mencerminkan sikap pejabat daerah
yang seharusnya fokus pada pelayanan masyarakat, terlebih karena kegiatan
tersebut bukan hanya bersifat seremonial adat, tetapi juga mengangkat
Kapolres menjadi adik Bupati Toba secara simbolik maupun sosial-budaya,”
tambahnya
Kegiatan seremonial tersebut
dinilai publik sebagai bentuk pengabaian terhadap instruksi Presiden yang
mewajibkan sinergi dan keselarasan antara pemerintah pusat dan daerah terutama
dalam penanganan bencana provinsi. Dasar
Hukum Tugas dan Tanggung Jawab Kapolres
Sebagai pejabat kepolisian,
Kapolres bertugas dan berkewajiban berdasarkan ketentuan perundang-undangan,
terutama Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Adapun ketentuan yang relevan sebagai berikut:
1.
Pasal 2 – Fungsi Kepolisian.
2.
Pasal 13 – Tugas Pokok Polri.
3.
Pasal 15 – Kewenangan dalam menerima laporan dan menindaklanjutinya tanpa
diskriminasi.
4.
Pasal 16 – Wewenang penyelidikan dan penyidikan berdasarkan prinsip
profesionalitas.
5.
Pasal 18–19 – Penggunaan diskresi sesuai norma hukum, moral, dan HAM.
6.
Pasal 28 ayat (1) – Netralitas Polri dari pengaruh politik dan kekuasaan.
7.
Pasal 34–35 – Etika profesi Polri dan penegakannya.
8.
Pasal 9–10 – Tanggung jawab struktural dan hierarki organisasi.
9. Pasal 37–39 – Peran
Kompolnas dalam pengawasan masyarakat terhadap Polri.
Selain itu, Kode Etik
Profesi Polri (Perkap No. 14 Tahun 2011 dan perubahannya) menegaskan
kewajiban menjaga integritas dan menghindari konflik kepentingan, khususnya:
•
• Pasal 6 huruf
e: mengutamakan kepentingan bangsa dan NKRI.
•
• Pasal 6 huruf g: menjaga netralitas dari politik dan
hubungan kepentingan pribadi.
Etika Kelembagaan, Pasal 13:
(1) Setiap Anggota Polri
dilarang: a. melakukan, menyuruh, atau turut serta dalam KKN atau gratifikasi;
b. mengambil keputusan yang
bertentangan dengan hukum karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau
kelompok tertentu.
Permohonan Tindakan
Berdasarkan uraian dan
ketentuan hukum tersebut, saya memohon kepada Bapak Kapolda Sumatera Utara
untuk:
1.
Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Kapolres Toba, khususnya terkait potensi
konflik kepentingan, independensi penyelidikan/penyidikan, serta profesionalitas
dalam pelaksanaan tugas.
2.
Memastikan netralitas Polri sebagaimana diamanatkan Pasal 28 dan Pasal 19 UU
No. 2/2002.
3.
Menindaklanjuti hasil evaluasi melalui mekanisme etik atau administratif sesuai
ketentuan yang berlaku.
4. Memperkuat penanganan
perkara publik seperti galian C ilegal, narkoba, perjudian, dan laporan
masyarakat lainnya yang belum tertangani optimal.
“Dengan mempertimbangkan tugas dan tanggung jawab seorang Kapolres dalam menjaga objektivitas, netralitas, serta kepercayaan publik terhadap penegakan hukum, dan untuk menghindari konflik kepentingan yang berpotensi mengganggu independensi Polri di wilayah hukum Polres Toba, saya memohon kepada Pimpinan Polri agar mengambil langkah yang bijak dengan melakukan pergantian Kapolres Toba demi kepentingan masyarakat, profesionalitas institusi, dan tegaknya hukum secara adil.
Surat terbuka ini saya sampaikan sebagai wujud tanggung jawab moral agar penegakan hukum di Kabupaten Toba tetap independen, objektif, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Saya bersedia memberikan informasi tambahan atau bertemu langsung apabila diperlukan, maka dari itu saya meminta Kapolri segera mencopot Kapolres Toba dan Mendagri Mencopot Bupati Toba,” pungkasnya
